Jumat, 17 Oktober 2008

BUDAYA KORUPSI

Pemberantasan korupsi yang dilakukan di negeri ini tergolong luar biasa. Sejak SBY berkuasa banyak sudah para koruptor yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Setiap pelaku korupsi mulai dari menteri sampai kepala desa ditindak tanpa pandang bulu. Media massa pun tak segan-segan untuk memberitakannya. Tiap hari selalu ada saja berita tentang kasus korupsi mulai dari penangkapan, pengusutan sampai sidang pengadilan para koruptor. Herannya, meski pemberantasan korupsi dilakukan terus menerus, akan tetapi ternyata para koruptor di negeri ini seperti tidak ada habis-habisnya. Sepertinya tak ada lagi instansi maupun institusi yang bebas dari korupsi. Bahkan KPK yang diberi kewenangan istimewa untuk memberantas korupsi sempat juga kemasukan koruptor.

Ternyata korupsi di negeri ini yang karena telah berlangsung cukup lama, telah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dengan mudah dihilangkan dalam waktu yang singkat. Beberapa puluh tahun yang lalu Bung Hatta, salah seorang Proklamator RI dan Wapres RI I, pernah mengatakan, bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi kebudayaan. Pernyataan yang ia lontarkan beberapa saat setelah pengunduran dirinya sebagai anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dibentuk oleh Presiden Suharto tahun 1970-an itu tentu saja tidak mengada-ada. Akan tetapi didasarkan oleh kenyataan yang dihadapi dalam upayanya memberantas korupsi.

Korupsi yang harus ia berantas ternyata begitu kompleks, terjadi dimana-mana mulai dari kalangan atas sampai bawah. Korupsi di tingkat atas dan menengah ternyata banyak yang diback up oleh kekuasaan hingga membuat para koruptor menjadi kebal hukum dan tidak mudah ditindak. Di tingkat bawah korupsi pun dilakukan terang-terangan seakan-akan bukan tindakan kejahatan. Di kantor-kantor pemerintahan pada umumnya pegawai rendahan terbiasa memungut uang pelican dengan berbagai istilah seperti “uang stempel” atau “uang tinta” terhadap siapa saja yang punya urusan dengan mereka. Alhasil KPK yang ia ketuai memeperoleh julukan “macan ompong” karena dalam memberantas korupsi tidak bisa bertindak cepat.

Zaman memang sudah berubah. Sekarang tidak ada lagi orang yang karena merasa dekat dengan kekuasaan bisa seenaknya melanggar hukum. Tidak ada lagi saudara, anak, keponakan atau besan seorang penguasa atau pejabat, yang bisa bebas dari jangkauan hukum karena melakukan korupsi. Akan tetapi bukan berarti pemberantasan korupsi menjadi mudah, karena korupsi di Indonesia sudah berlangsung cukup lama dan didiamkan saja. Sehingga seperti kata Bung Hatta, korupsi telah menjadi kebudayaan bagi bangsa kita. Meski sanksi dan hukuman bagi para koruptor diperberat, orang sepertinya tetap tidak takut dan jera melakukan korupsi. Jadi penangkapan yang makin gencar dilakukan terhadap para koruptor sekarang ini sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Hilang satu tumbuh seribu, satu ditangkap muncul seribu koruptor.

Begitu banyakkah koruptor di negeri ini ? Kalau benar, sel-sel penjara bakal tidak akan muat untuk memenjarakan mereka dan bisa saja terjadi pada akhirnya KPK harus menangkap dan mengadili dirinya sendiri. Ah…mudah-mudahan saja tidak.***

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bukanya KPK itu di bentuk awal masa pemerintahan SBY, ko Bung hatta pernah jadi anggota KPK. atau saya yang kurang informasi atau gimn? mohon pencerahannya

 

blogger templates | Make Money Online